Pages

Tuesday, November 23, 2010

Idealisme Band Indie Yang Pudar

Ketika Killing Me Inside Merangkak Naik


          Rabu (22/9) lalu, Killing Me Inside mengeluarkan album barunya Selftittled. Album barunya kini sudah dua bulan beredar di pasaran dan cukup banyak menarik perhatian fansnya, Killms Street Team. Namun, dalam album baru tersebut nuansa screamonya sedikit menghilang dan aliran musiknya lebih ke jalur rock, meski masih ada scream di beberapa lagunya. Dalam album baru tersebut, ada 12 lagu, dimana terdapat 4 lagu baru, dua lagu baru yang dimainkan acoustic, dan 6 lagu lama yang di remake ulang. Tentu saja ketika mereka mengeluarkan album baru ini dan mereka melakukan remake terhadap beberapa lagu lamanya, mereka siap akan menerima kritik dari para fansnya yang mungkin tidak suka dengan album mereka yang baru, yang tentu saja sudah berada di bawah naungan major label. “Kita sih udah siap kalau misalnya nanti banyak yang kontra sama kita” ujar Josaphat ketika sedang menghadiri ngabuburit bareng pemenang kuis Hai dan Killing Me Inside di Pro Arena Pondok Indah Jum’at (17/9) lalu. 
          Sekarang, dua bulan sudah album tersebut terjual dan sudah mulai terlihat banyak sekali para fans atau penggemar yang kontra dengan Killing Me Inside. Hal tersebut terlihat sekali di Facebook milik Killing Me Inside. Banyak fans atau penggemar, dan bahkan ada beberapa pengamat musik yang masih muda yang mengkritik lagu-lagu Killing Me Inside di album terbarunya. Mungkin hal tersebut sudah diketahui oleh Onadio, Josaphat dan Davi ketika mereka melaunching album mereka ini. Memang semua lagunya lebih enak didengar dan bagi orang awam yang baru mengetahui band yang sudah berumur lebih dari tiga tahun ini akan menyukai terobosan dari band ini, yang sudah berada dibawah naungan major label. Ya, major label adalah salah satu alasan banyaknya orang-orang yang dulu menyukai Killing Me Inside malah mengkritiknya karena mereka mungkin ingin terkenal. Mungkin saja menyusul para teman-temannya yang telah terkenal duluan sejak masih berada di indie label, yaitu Pee Wee Gaskins. Killing Me Inside sendiri saat ini memiliki sponsor yaitu, Telkom Speedy. “Kebetulan kan kita waktu itu launching album terus kita barter provider sama Telkom tepatnya” Ujar Triwardoyo Manager Killing Me Inside setelah manggung di acara Telkom Speedy Tour 2010. 
          Kedepannya mungkin band ini akan kehilangan screamnya. Menurut Josaphat dan Onad, yang akan muncul akan lebih ­ngerock dan kalau mau mendengarkan yang ada screamnya mereka upload di Myspace.com agar lebih mudah dinikmati oleh para penggemarnya. “Kita semakin lama kebetulan semakin meningkat ya karirnya, jadi ya untung aja kita bisa seperti ini” Ujar Josaphat. Mereka kebetulan sudah memiliki video clip terbaru dari album baru mereka, yaitu Biarlah yang merupakan single dari album mereka ini. Memang menarik sekali video clipnya dan bagus untuk dinikmati. Namun, jika kita melihatnya di Youtube.com, kita akan menemukan banyaknya orang yang pro-kontra dengan hadirnya Killing Me Inside di televisi. Yang menurut para fans dan para orang-orang yang menikmati musik-musik underground dan indie, setiap band indie yang masuk di bawah major label akan kehilangan idealismenya untuk tetap berada di genre yang sudah mereka jalani sejak band mereka sendiri berdiri. Hal itu terlihat ketika video clip Killing Me Inside, Biarlah menjajaki televisi, dan juga bisa di download di Youtube.com, banyak sekali yang mengomentari tentang hilangnya idealisme dari Killing Me Inside untuk tetap berada di jalurnya yang lama. Lalu banyak juga yang mendukung untuk terus berkembang di belantika musik Indonesia. Menurut Killing Me Inside sendiri, mereka sekarang terus berkembang karena mereka menuju dunia yang lebih dewasa dan lebih kreatif di industri musik Indonesia saat ini.
          Killing Me Inside sendiri sekarang masih melakukan tour untuk promosi albumnya diberbagai daerah di Indonesia.Bisa dilihat di Myspace dan Facebook official mereka. Namun, selama itu pula mereka akan terus menemukan orang-orang yang mungkin nantinya akan membenci mereka dan muncul gerakan anti-Killms. “Kita nggak takut kok kalo muncul gerakan ato fans yang buat seperti anti-Killms misalnya, ato seperti APWG, nantinya kalau album baru kita ini gak sengerock dulu. Tapi kita tetep bakal seperti dulu kalau manggung” ujar Onad. Memang faktanya banyak band indie di Indonesia yang berawal dari music-musik underground ini ketika masuk ke major label hilang idealismenya, tetapi bila dilihat dari segi usia para anggota bandnya sendiri pasti akan muncul perubahan psikologis ketika band yang mereka gawangi terus meningkat prestasi dan aksi kreatifnya di Indonesia. Seharusnya hal tersebut merupakan dorongan kepada band-band dan musisi-musisi Indonesia yang major label untuk dapat mengembangkan music Indonesia dari berbagai aliran atau genre musik yang berbeda-beda.

Oleh : Satria Perdana
         

         

No comments:

Post a Comment